BASELPOS.CO, Toboali – Ikatan Jurnalis Televisi Indonesia (IJTI) Bangka Belitung menyayangkan terjadinya kegaduhan yang ditimbulkan akibat maraknya isu penculikan anak yang beredar luas di media sosial maupun media massa di Bangka Belitung dalam tiga hari terakhir.

Kedewasaan media di dalam menyikapi informasi yang sangat sensitif ini seharusnya dapat dikedepankan agar tujuan baik untuk mengingatkan masyarakat akan pentingnya mewaspadai keselamatan anak-anak, tidak menjadi bumerang yang dapat menimbulkan potensi gejolak di masyarakat.

Ketua IJTI Pengda Babel, Joko Setyawanto dalam keterangan persnya menghimbau agar seluruh media untuk lebih cermat dan bijaksana dalam menyajikan informasi bagi masyarakat, terutama terkait isu-isu sensitif yang menyangkut keselamatan jiwa anak-anak di Bangka Belitung.

Menurut Joko, isu yang berkembang luas ditengah masyarakat Babel akhir-akhir ini sudah mengganggu ketenangan masyarakat, padahal faktanya sejauh ini kebenaran berita tersebut masih simpang siur. Dimana belum ada bukti yang bisa dipertanggungjawabkan kecuali keterangan satu dua pihak yang belum didalami.

“Mungkin benar kesaksian para penyintas yang mengaku hendak diculik dan sebagainya, namun ada kejanggalan yang juga harusnya didalami dari fenomena isu penculikan ini. Namun bukan tidak mungkin asumsi para penyintas ini sebenarnya hanya sebuah kesalahpahaman yang ditafsirkan secara berlebihan oleh yang bersangkutan,” kata Joko.

Jika dicermati, kata Joko, isu yang beredar ini cukup janggal mengingat dari beberapa lokus isu yang beredar, terjadi dalam kurun waktu yang cukup berdekatan, seakan ingin menggiring opini publik bahwa ada aksi massif dan terorganisir yang sedang mengincar keselamatan anak-anak di Babel.

Celakanya isu ini justru diaplikasi oleh pemberitaan media massa dengan mengesampingkan dampak yang mungkin ditimbulkan dari berita yang akan dikonsumsi publik. Link-link berita yang dengan cepat menyebar seakan mengkonfirmasi bahwa peristiwa percobaan penculikan tersebut benar terjadi.

“Jadi sementara ini menurut pengamatan kami, justru ada pihak-pihak yang sengaja ingin menciptakan suasana saling mencurigai didalam tatanan kehidupan sosial di Babel dengan maksud dan tujuan tertentu. Ini jadi tugas aparat penegak hukum untuk mengungkap siapa yang mencoba menabur teror dengan isu-isu ini,” ujarnya.

Ditambahkan Joko, dalam situasi kesimpang siuran isu ini, pers atau media massa dapat memainkan peran yang memang menjadi tanggungjawabnya, yaitu menyajikan informasi yang akurat agar dapat menjawab kebutuhan informasi masyarakat, bukan sebaliknya, menjadi amplifikasi isu yang berkembang menjadi teror sosial.

“Media seharusnya menjadi tempat bagi masyarakat untuk mendapat kejelasan atas sebuah informasi yang beredar, bukan justru menjadi amplifikasi dari isu yang masih belum jelas kebenarannya. Sudah menjadi tugas media dan insan pers untuk mencari dan menelusuri kebenaran sebuah informasi sebelum disajikan kepada publik, itupun harus mempertimbangkan dampak yang dapat ditimbulkan dari pemberitaan yang bisa jadi dilahap mentah-mentah oleh masyarakat,” jelasnya.

IJTI Babel juga menyesalkan pernyataan terburu-buru dari pihak kepolisian yang seakan mengkonfirmasi bahwa isu penculikan yang menghebohkan ini benar-benar terjadi. Bahkan sempat beredar himbauan yang berpotensi semakin menimbulkan kekhawatiran yang berlebihan ditengah masyarakat.

“Polisi harusnya hadir menenangkan masyarakat dalam situasi ini, sampaikan saja bahwa petugas sedang mendalami dan sudah dikerahkan untuk memastikan upaya pencegahan secara maksimal, sehingga masyarakat dapat lebih tenang. Bukan malah memberikan pernyataan seolah-olah kondisi keamanan anak-anak di Babel benar-benar sedang sangat-sangat terancam. Karena pada kenyataannya belum ada peristiwa penculikan yang terjadi, baru sekedar dugaan,” jelasnya.

Ia menambahkan, masyarakat tidak perlu khawatir dengan isu yang beredar, percayakan semua pada aparat penegak hukum dan jangan main hakim sendiri.