Ancam Kemerdekaan Pers, Jurnalis di Babel Tolak RUU Penyiaran
BASELPOS.CO, Pangkalpinang – Ratusan Jurnalis di Bangka Belitung (Babel) yang tergabung dari beberapa organisasi yakni IJTI, AJI, Pewarta Foto Indonesia dan Jaringan Media Siber Indonesia menggelar aksi damai, di Gedung DPRD Provinsi Kepulauan Bangka Belitung, Selasa (21/5/2024).
Aksi yang dilakukan bersama mahasiswa ini bertujuan untuk menolak serta memprotes Draf Revisi Undang-undang yang dianggap akan mengancam kemerdekaan Pers di Indonesia.
Ketua Pengda IJTI Bangka Belitung, Joko Setyawanto menyatakan, aksi yang dilakukan ini untuk menolak Revisi Undang-Undang Penyiaran (UU Nomor 32 Tahun 2002) yang saat ini akan atau sedang dibahas oleh DPR RI (Komisi I).
“Ada sejumlah Pasal-Pasal dalam RUU Penyiaran tersebut, berpotensi mengancam Kemerdekaan Pers di Indonesia, seperti Pasal 50 B ayat 2 huruf c yang mengatur larangan penayangan eksklusif liputan investigasi,” kata dia.
Ia menjelaskan, bahwa liputan investigasi dan ekslusif (indepth reporting) merupakan mahkota jurnalistik, dan larangan ini sekaligus melanggar UU Nomor 40 Tahun 1999 tentang Pers.
“Pada Pasal 50 B ayat 2 huruf K, soal penayangan Isi Siaran dan Konten Siaran yang mengandung berita bohong, fitnah, penghinaan, dan pencemaran nama baik. Pasal ini berpotensi menjadi alat kekuasaan untuk membungkam dan mengkriminalisasi jurnalis/ pers,” ujar dia.
Ia menjelaskan untuk Pasal ketiga, adalah Pasal 8 A huruf q dan Pasal 42 ayat 2 yang menyebutkan penyelesaian sengketa terkait dengan kegiatan jurnalistik Penyiaran dilakukan oleh KPI dan menilai pasal ini bertentangan dengan UU No 40 Tahun 1999 Tentang Pers, dimana seharusnya penyelesaian sengketa jurnalistik dilakukan di Dewan Pers bukan di KPI, sementara KPI kami nilai tidak independen karena dibentuk melalui keputusan di DPR.
“Untuk itu, Komunitas pers mendapat mandat untuk membuat regulasi sendiri dalam rangka mengatur kehidupan pers yang sehat, profesional, dan berkualitas melalui self regulation. Karenanya setiap sengketa terkait produk jurnalistik baik itu penyiaran, cetak, digital (online) hanya dapat diselesaikan di Dewan Pers,” ungkap dia.
Kemudian, Sekjen PWI Bangka Belitung, Fakhruddin Halim menyebut aksi penolakan ini sebagai bentuk perlawanan pers. Sebab Revisi RUU Penyiaran dinilai menyesatkan serta sebagai bentuk upaya pembungkaman.
“Contohnya seperti liputan investigasi itu harusnya didukung, bukan untuk dibungkam. Karena justru dari liputan investigasi itulah muncul informasi yang justru mendidik publik. Tapi upaya DPR untuk membungkam ini saya rasa tidak relevan dan justru mengkhianati demokrasi, mengkhianati reformasi,” kata dia.
Sementara Itu, Ketua AJI Kota Pangkalpinang, Barliyanto dalam orasinya menambahkan, bahwa DPR sudah tidak ada lagi marwahnya sebagai penyambung lidah rakyat.
“Kami merasa apa yang dilakukan oleh DPR ini sudah keterlaluan, dan sudah tidak bisa ditolerir lagi. Padahal, kami wartawan atau media selama ini tidak pernah mengusik kerja-kerja dewan. Mengapa mereka mengusik kami, apa salah kami? Apakah mereka takut kasus-kasusnya dibongkar ke public?,” kata dia.
Ia menjelaskan, bahwa kerja-kerja dan produk jurnalistik dilindungi oleh UU Pers, dan sejatinya wartawan memang harus independen, profesional dan memiliki integritas dalam bertugas melakukan peliputan.
“Kami tidak mungkin sengaja meliput hal-hal yang bersifat personal, karena kami profesional, menghormati narasumber dan privasinya. Karena kami dibatasi atau dipagari oleh rambu-rambu ketika meliput, yakni kode etik jurnalistik. Dan setiap produk jurnalistik kami jelas pertanggung jawabkannya. Tegas, kami sangat menolak RUU Penyiaran ini, karena jika ini disahkan maka hilanglah sudah fungsi kami sebagai kontrol dari kebijakan. Apalagi hari ini adalah Hari Peringatan Reformasi, momentumnya pas, sangat tepat. Kalaupun direvisi, harusnya anggota dewan yang terhormat itu direvisi, kita reformasi total,” ujar dia.
Sangat disayangkan meski surat pemberitahuan aksi sudah dilayangkan jauh-jauh hari, tak satupun tampak anggota DPRD yang ngantor hari ini. Meski demikian, para wartawan tetap menyampaikan Petisi Penolakan RUU Penyiaran yang diterima oleh Sekwan DPRD Babel.
“Semoga Petisi ini disampaikan oleh Pimpinan DPRD Babel ke DPR RI di Jakarta, bahwa perlawan kami menolak RUU Penyiaran tidak berakhir sampai di sini. Kami akan terus mengawal hal ini, sampai tuntutan kami dikabulkan,” kata Joko saat menyerahkan Petisi.
Demo kali ini juga disertai dengan aksi membubuhkan tanda tangan di spanduk Penolakan RUU Penyiaran sebagai bentuk penolakan terhadap RUU tersebut. Spanduk ini lantas dipasang di pintu masuk Gedung DPRD Babel, dan tidak akan diturunkan sampai DPR mencabut semua pasal yang berpotensi membungkam kemerdekaan pers di Indonesia.
Berikut Pernyataan Sikap Aksi Wartawan dan Mahasiswa di Babel
Karena pertimbangan di atas, dimomentum Hari Peringatan Reformasi, kami menyatakan sikap sebagai berikut:
1. Menolak dengan tegas dan mendesak sejumlah pasal dalam draf revisi RUU Penyiaran dicabut, karena berpotensi mengancam kemerdekaan pers.
2. Mendesak DPR mengkaji kembali draf revisi RUU Penyiaran, dengan melibatkan seluruh stakeholder termasuk organisasi pers.
3. Jika Petisi ini tidak diindahkan, kami akan melakukan aksi dengan massa yang lebih besar lagi.
4. Meminta DPRD Provinsi Kepulauan Bangka Belitung untuk menyampaikan aspirasi ini ke DPR di Jakarta, agar Pasal-Pasal yang berpotensi mengancam Kemerdekaan Pers di Indonesia segera dicabut.
Demikian Petisi ini kami buat, sebagai bentuk perlawanan nyata atas upaya-upaya ‘mengkebiri’ dan mengekang kerja-kerja jurnalistik yang independen, dan penuh tanggung jawab.
Tinggalkan Balasan Batalkan balasan