Separah Itukah?
BASELPOS.CO, Toboali – Menurut UU Nomor 40 Tahun 1999 Pasal 1 ayat (1) mengatakan Pers adalah lembaga sosial dan wahana komunikasi massa yang melaksanakan kegiatan jurnalistik meliputi mencari, memperoleh, memiliki, menyimpan, mengolah, dan menyampaikan informasi baik dalam bentuk tulisan, suara, gambar, suara dan gambar, serta data dan grafik maupun dalam bentuk lainnya dengan menggunakan media cetak, media elektronik, dan segala jenis saluran yang tersedia.
Adapun sejumlah fungsi pers menurut Undang-Undang No 40 Tahun 1999 Pasal 3 ayat (1) dan (2) antara lain sebagai Media Informasi, Pendidikan, Hiburan, Kontrol Sosial dan Lembaga Ekonomi.
Melihat pengertian dan fungsi pers diatas, profesi ini merupakan profesi yang cukup mulia dimana bisa membantu memenuhi hak publik untuk memperoleh informasi, mendidik, menghibur, dan melakukan kontrol sosial di berbagai sektor.
Tak heran profesi ini menjadi tampuk harapan publik dalam memperoleh informasi yang bermanfaat, menghibur dan mencerdaskan sekaligus menjadi pilar dalam mengawal kehidupan berbangsa dan bernegara.
Seiring berjalan waktu, profesi ini kian diminati. berbagai jenis media pun terus bermunculan seakan terus melebarkan sayapnya untuk menjalankan fungsinya.
Seiring itu pula, Dewan Pers yang diamanatkan oleh undang-undang untuk mengatur profesi ini terus membentenginya dengan berbagai aturan mulai dari menyepakati kode etik hingga meningkatkan kompetensi wartawan agar mampu membawa profesi ini tetap profesional dan memiliki integritas dalam menjalankan fungsinya.
Namun tujuan dewan Pers untuk terus memuliakan profesi ini ternyata tak semudah membalikkan telapak tangan. Kepercayaan publik mulai tergerus akibat ulah segelintir oknum baik yang belum kompeten maupun yang telah kompeten yang menyalahgunakan profesi atas nama Pers.
Rasa simpati publik terhadap profesi ini, baik masyarakat, pengusaha hingga pejabat diberbagai tingkatan semakin tergerus menyusul banyaknya kasus oknum wartawan yang tidak bekerja secara profesional dan beritegritas mulai dari melakukan pemerasan berbalut kontrol sosial melalui pemberitaan, berita hoax hingga berita yang tidak mengindahkan etika-etika jurnalistik.
Akibat ulah oknum yang tidak memiliki integritas dalam menjalankan fungsi pers, sebagai seorang jurnalis saya sering sekali mendengarkan cerita miring tentang profesi mulia ini mulai dari warung Kopi hingga media sosial.
Namun apa yang mereka ceritakan itu memang tak jauh berbeda dengan fakta di lapangan yang dilakukan oleh oknum-oknum yang mengaku wartawan dan tidak memiliki integritas.
Gara-gara segelintir oknum wartawan nakal, semua pengemban profesi ini kena getah. seakan-akan digeneralisir tidak baik dan tidak berintegritas meskipun dalam praktik jurnalistiknya sudah menjunjung tinggi etika profesi.
Paradigma publik ini terus terbangun seiring semakin meningkatnya minat masyarakat untuk menjadi seorang wartawan namun tidak dibarengi dengan pemahaman yang cukup tentang fungsi pers dan tidak memiliki etika serta integritas dalam menjalankan tugasnya.
Bahkan ada sebagian orang yang sudah memberikan stempel terhadap profesi ini sebagai sebagai profesi pemeras.
Timbul dibenak saya berbagai pertanyaan tentang masa depan profesi mulia ini.
Separah itukah paradigma publik terhadap profesi mulia ini?
Sampai kapan profesi mulia ini harus tercoreng oleh oknum-oknum yang tidak berintegritas?
Hanya kita warga pers yang mampu mengembalikan marwah profesi ini menjadi profesi yang tetap mulia dengan tetap memihak pada kebenaran agar fungsi pers tetap berjalan secara profesional.
Penulis: Wiwin Suseno (Ketua Forum Wartawan Bangka Selatan)
Tinggalkan Balasan Batalkan balasan